Jangan Marahi Kasir Mini Market

Di média sosial sedang ramai diperbincangkan tentang uang kembalian yang kurang saat kita membayar di kasir mini markét (misalnya Alfamart dan Indomaret). Ada yang menanyakan ke mana uang yang didonasikan itu disumbangkan. Ada pula yang mempermasalahkan prosédurnya. Pada tulisan ini saya tidak akan ikut beropini karena di luar sana sudah banyak yang bagus. Saya akan memandang dari sisi kasir, pegawai kecil yang umumnya adalah lulusan SMA/SMK dan dari kalangan ékonomi menengah ke bawah.

Setiap satu bulan sekali, pegawai Alfamart dan Indomaret lembur sampai pagi untuk melakukan pencocokan antara barang yang terjual dengan uang yang masuk. Meréka menamakan “Stock Opname”. Di supermarkét besar —misalnya Carrefour atau Hypermart— meréka menyebutnya “Inventory”. Tidak seperti di supermarkét Besar, di mini markét jika ternyata ada selisih, maka kekurangan ini ditanggung oléh seluruh karyawan toko, mulai dari Kepala Toko, Kasir, sampai Pramu. Bentuknya adalah pemotongan gaji. Pada toko-toko yang sering terjadi pencurian, pemotongan gaji ini bisa mencapai ratusan ribu rupiah perbulan. Uniknya, Pemilik Toko yang ékonominya lebih baik dari pada karyawannya, justru tidak ikut menanggung kerugian ini.

Saya pernah menemui kejadian, seharusnya uang kembalian adalah Rp 300. Tapi karena kasir tidak mempunyai uang récéh Rp 200 dan Rp 100, maka dia memberikan Rp 500. Orang awam mungkin menduga, selisih Rp 200 itu ditanggung oléh toko. Padahal itu adalah uang pribadi kasir. Di akhir jam kerjanya, kasir harus menyetor uang sesuai yang tercatat di komputer. Bila kurang, kasir harus nombok.
Karena itulah, jika saya menemui kejadian seperti ini, saya cepat-cepat bilang, “Nggak usah Néng. Kembaliannya buat kamu saja.”
Memberikan tips seperti ini, sama seperti kita memberikan tips ke tangan pelayan pizza atau ke tangan room boy di hotél, yaitu untuk dirinya pribadi. Anggap saja ungkapan rasa terima kasih dari kita karena meréka sudah memberikan pelayanan yang baik, padahal mungkin saja di balik keramahannya ini si kasir sedang “nge-long” (istilah untuk kerja maraton: Kemarin masuk siang pulang jam 22:30 lalu hari ini masuk pagi sehingga hanya punya waktu sedikit untuk tidur).

Kembali ke pokok pembicaraan. Menurut saya, langkah yang paling bijak adalah mengubah sistem, yaitu yang harus dibayar oléh konsumén dibulatkan ke bawah mendekati kelipatan Rp 500-an terdekat, sehingga kekurangan ini ditanggung oléh Pemilik Toko. Jangan dilimpahkan ke kasir, apalagi membiarkan kasir sebagai bidak untuk dimarahi konsumén. Istilahnya, masyarakat vs pemilik toko, kasir di tengah-tengah yang babak belur. Sekali lagi, kasir biasanya adalah anak-anak yang baru lulus SMA/SMK dan dari ékonomi menengah ke bawah. Anggap saja meréka adalah anak-anak kita sendiri.

Yang terakhir, bila anda khawatir uang kembalian itu disumbangkan ke tempat yang salah, lebih baik saat kasir bertanya, “Uang kembaliannya mau disumbangkan?”
Jawab saja, “Jangan disumbangkan. Buat kamu saja.” Atau bawalah uang récéhan Rp 100 dan Rp 200-an dari rumah sehingga tidak perlu ada uang yang menjadi permén atau dipermasalahkan ke mana larinya.
Solusi lainnya? Bayarlah dengan Kartu Debet atau Kartu Krédit.

Mawan A. Nugroho.

Catatan:
Saya bukan kasir, tidak mempunyai saudara yang bekerja di mini markét, dan tidak menjadi pewaralaba mini markét.

Web Hosting

Leave a Reply